[caption id="attachment_7071" align="aligncenter" width="300"] Suasana diskusi pada Komis 2 Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan.[/caption]
Depok (Dikdas): Ada tujuh sasaran penerima Program Indonesia Pintar (PIP) yang harus menjadi perhatian stakeholder pendidikan. Demikian salah satu butir paparan Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, saat menjadi pembicara bersama Direktur Jenderal Pendidikan Menengah pada Komisi 2 Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) Tahun 2015.
Ketujuh sasaran itu adalah: Pertama penerima PIP adalah penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) tahun 2014 yang keluarganya pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Kedua, siswa atau anak dari keluarga pemegang KPS atau Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang belum menerima BSM pada tahun 2014.
“Kami sudah mendata, di Didkas itu ada sekitar dua juta tambahan. Jadi sebenarnya, orangtua siswa ini pemegang KPS, tapi karena tidak dilaporkan melalui Dapodik atau sekolah, akhirnya data dua juta anak ini lewat. Nah ini baru teridentifikasi setelah melaporkan melalui Dapodik. Di SMA dan SMK juga sama, persoalannya seperti itu,” ujar Hamid kepada para kepala dinas pendidikan di Gedung Merah Putih, Pusbangtendik, Kemendikbud, Depok, Jawa Barat, Senin kemarin, 30 Maret 2015.
Ketiga, adalah siswa atau anak dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH) non KPS. Keempat, adalah siswa atau anak yang berstatus yatim piatu atau yatim atau piatu dari panti sosial atau panti asuhan. Kelima, siswa atau anak yang terkena dampak bencana alam. Keenam, anak usia 6-21 tahun yang tidak bersekolah (drop-out) yang diharapkan kembali bersekolah. Ketujuh, siswa atau anak dari keluarga miskin atau rentan miskin yang terancam putus sekolah atau siswa/anak dengan pertimbangan khusus lainnya seperti: a) kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua PHK, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di lapas, memiliki lebih dari 3 seatap; dan b) dari SMK yang menempuh studi keahlian kelompok bidang pertanian (bidang agrobisnis, agroteknologi) perikanan, peternakan, kehutanan dan pelayaran/kemaritiman.
“Nah untuk anak-anak usia 6-21 tahun yang tidak bersekolah karena drop out, mereka ini dapat memperoleh manfaat PIP manakala mereka kembali ke sekolah. Jadi tidak serta merta pemegang KIP itu kita berikan, itu ada syaratnya yaitu bila mereka kembali ke sekolah, atau masuk ke program paket kesetaraan atau lembaga kursus,” kata Hamid.
[caption id="attachment_7072" align="aligncenter" width="300"] Hamid Muhammad (tengah), saat menyampaikan paparan[/caption]
Hamid menambahkan, manakala sasaran pertama hingga keenam itu tidak ada masalah, maka pada sasaran ketujuh, sekolah dapat mengusulkan anak-anak yang dianggap tidak mampu. “Ini juga akan kita pertimbangkan.”
Pada kesempatan itu, Hamid juga menegaskan bahwa penyaluran PIP pada tahap pertama masih menggunakan istilah BSM. "Karena yang akan disalurkan itu memang APBN tahun 2015 yang ditetapkan pada tahun 2014. Saat ini kita sedang memproses APBN-P 2015 yang namanya nanti resmi menjadi PIP.”
Pembagian Peran dan Fungsi
Terkait dengan PIP ini, Hamid juga menyampaikan pembagian peran dan fungsi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dinas pendidikan dan satuan pendidikan.
Peran dan fungsi yang dilakukan Kemendikbud adalah penetapan petunjuk teknis, sosialisasi dan koordinasi, pendataan, penetapan SK penerima, penetapan lembaga penyalur, penyampaian informasi SK penerima, pelayanan pengaduan, dan pemantauan serta pelaporan.
Sementara untuk dinas pendidikan di daerah memilki tugas dan fungsi sosialisasi dan koordinasi, pengesahan penerima, menyampaikan usulan sekolah/lembaga, pemantauan dan pelayanan pengaduan.
Adapun satuan pendidikan memiliki peran dan funsi menseleksi dan mengusulkan siswa atau peserta melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik), menyampaikan informasi pencairan kepada siswa, membuat surat keterangan siswa, pemantauan dan pengarahan, dan menerima pendaftaran anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
“Kita akan menggunakan jalur Dapodik untuk merekap semua usulan tentang anak-anak yang akan mendapatkan manfaat PIP,” tegas Hamid.
Setelah menyampaikan pembagian peran dan fungsi tersebut, Hamid mengajak para peserta di Komisi 2 untuk berdiskusi, melakukan identifikasi masalah sekaligus mengusulkan solusinya.
“Intinya kita shopping (belanja) saran, identifikasi masalah dan saran-saran apa saja yang dapat dijadikan pertimbangan membuat kebijakan yang akan kita lakukan bersama-sama. Itu yang kami harapkan dari bapak dan ibu sekalian,” kata Hamid.
Pada kesempatan itu, selain diberi kesempatan menyampaikan masalah dan alternatif solusi, para peserta diskusi komisi 2 juga diberi lembar identifikasi masalah dan usulan solusi tentang tujuh tema, yaitu; Standar Pelayanan Minimal (SPM), PIP, Transparansi Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Pendidikan Karakter, Revitalisasi Komite Sekolah, dan Pengembangan SMK Vokasi.*
M. Adib Minanurohim