Menurut Nasrullah, Staf Khusus Mendikbud bidang Komunikasi Publik, seluruh tenaga kehumasan di semua unit utama di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus memberikan perhatian besar pada upaya ini. Di lembaga manapun, baik pemerintah maupun swasta, publikasi menjadi prioritas penting dalam perencanaan sebuah kebijakan.
“Kita harus mengekspos supaya masyarakat tahu dan ada nilai lebih dari kebijakan itu,” ungkapnya saat menyampaikan materi tentang Strategi Publikasi Pendidikan dan Kebudayaan pada Rapat Koordinasi Pencitraan Publik Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat, Selasa malam, 13 Februari 2018.
Tenaga kehumasan, menurut Nasrullah, harus memiliki sejumlah kemampuan komunikasi. Kemampuan itu antara lain menulis (writing), bicara (speaking), mendengarkan (listening), dan kolaborasi (collaboration).
“Semua satker di Ditjen Dikdasmen harus ada satu atau dua orang yang jadi storyteller,” ujarnya. Storyteller inilah yang menceritakan berbagai kebijakan Kementerian agar sampai dan diterima oleh masyarakat.
Dalam kesempatan ini, Nasrullah juga menyampaikan pesan Mendikbud terkait dengan publikasi. Pertama, hindari ego sektoral publikasi per unit utama. Utamakan ‘merk bersama’ Kemendikbud. Kedua, bukan tokoh/figur pejabat tetapi kebijakan. Lebih baik testimoni siswa, guru, atau masyarakat daripada pejabatnya. Ketiga, penggencaran dan kecepatan produksi materi publikasi dan penyiaran capaian keberhasilan Kemendikbud. Keempat, manfaatkan 80% kekuatan informasi untuk publikasi dan 20% sebagai deposit kekuatan internal.
Rakor Pencitraan Publik diselenggarakan oleh Bagian Hukum, Tata Laksana, dan Kerja Sama Setditjen Dikdasmen pada 13 – 15 Februari 2018. Pesertanya adalah tim publikasi di Satuan Kerja di lingkungan Ditjen Dikdasmen. Melalui kegiatan ini, diharapkan publikasi kebijakan Ditjen Dikdasmen baik yang dilakukan melalui laman maupun media sosial berjalan masif, efektif, dan efisien.* (Billy Antoro)