[caption id="attachment_8344" align="aligncenter" width="300"] (kiri-kanan) Wiwiek, Heru, Safira, Yudistira, Catur[/caption]
Jakarta (Dikdas): Indonesia akan mengirimkan dua pendongeng terbaiknya dalam Grand Opening Asia Culture Center (ACC), memenuhi undangan Kementerian Pariwisata, Kebudayaan, dan Olahraga Korea Selatan. Keduanya, yang merupakan anak-ayah, adalah Safira Devi Amorita dan Puguh Herumawan.
Kamis siang, 30 Juli 2015, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah menerima kedatangan Safira, Heru, dan Wiwiek, ibu Safira. Setditjen Dikdas diwakili oleh Yudistira Widiasana, Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Setditjen Dikdas.
Jumat malam, 31 Juli 2015, Safira dan kedua orangtuanya akan bertolak ke Korea Selatan. Sejumlah agenda telah menunggunya. Pertama, mengikuti training dan workshop mendongeng di Gwangju pada 1-31 Agustus 2015. Kedua, penampilan di Indonesia International Book Festival di Jakarta pada 2-4 September 2015. Ketiga, penampilan mendongeng pada Grand Opening Asia Culture Center Children di Gwangju pada 9-13 September 2015. Pada acara ini, Safira akan mendongeng di hadapan warga Gwangju di sebuah acara khusus bernama Story in Tent with Safira Devi Amorita. Ia pun diagendakan akan mendongeng di National Children Day di Thailand pada Januari 2016.
Safira merasa senang dirinya diundang ke Korea Selatan. Menurutnya, keberuntungan ini tak datang dengan sendirinya. Ia telah menoreh berbagai prestasi dari kegiatan mendongeng. Pada 2012, di usia 12 tahun, ia menjadi Duta Baca Perpustakaan Provinsi Sulawesi Selatan. Selama bertugas sebagai duta baca, ia keliling mendongeng ke berbagai perpustakaan daerah di Sulawesi Selatan.
“Setelah Fira selesai tugasnya, Fira masih sering ke sekolah dan TK untuk berbagi cerita,” ujar siswi kelas XI SMA Katolik Rajawali Makassar ini. “Senang saja bisa berbagi cerita dengan teman-teman. Melalui cerita, mereka bisa mengambil kesimpulan sendiri dari cerita yang didengar.”
Saat mendongeng, Fira menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka, wayang, dan musik sebagai suara latar. Agar tambah menarik, ia mengombinasikan mendongengnya dengan menyanyi dan menari.
Audiens mendongeng Safira tak hanya anak-anak sekolah. Pada September 2012, di acara Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) VI di Palu, Sulawesi Selatan, ia menjadi pengantar presentasi Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah. “Dongengnya tentang Kerajaan Bantaeng,” ucapnya. Festival KTI diikuti perwakilan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, instansi pemerintah, lembaga donor, dan pemangku kepentingan di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kagum dengan penampilan Fira, Nurdin mengundangnya untuk tampil pada peringatan Hari Tentara Nasional Indonesia di Bantaeng. Ia tampil mendongeng di hadapan sekitar lima ribu tentara. “Waktu mendongeng pasti ada nervous. Tapi kalau sudah naik panggung, lihat audiens, sudah mulai bercerita, mengalir saja,” terangnya seraya mengaku tak takut mendongengi para tentara.
Safira mengaku ingin berkeliling dunia dari kegiatan mendongeng. Korea Selatan menjadi ajang perdananya untuk tampil di tingkat dunia. Ia pun telah membekali diri dengan kemampuan penguasaan lima bahasa yaitu Inggris, Korea, Mandarin, Jepang, dan Belanda.
Sebelumnya, sebulan lalu, ia tampil pada ajang internasional bertajuk Makassar International Writers Festival 2015 yang dihelat di Makassar pada 3-6 Juni 2015. Acara ini mendatangkan para penulis luar negeri. Pada acara ini, Safira berkolaborasi membawakan dongeng dengan pendongeng dari Australia.
Sementara Heru, ayah Safira, adalah seorang pendongeng yang mendirikan Rumah Dongeng. Ia berkeliling ke sekolah-sekolah, menjembatani institusi dan perusahaan yang hendak melakukan sosialisasi program dan promosi produk.
“Dongeng di Makassar mulai tumbuh. Kalau mereka mau promosi ke sekolah, mereka membutuhkan pendongeng untuk mempromosikan acara dan produknya. Dongeng masih sesuatu yang indah di mata anak-anak,” ujar Heru.
Yudistira, mewakili Ditjen Dikdasmen, menyatakan apresiasi dan bangga atas prestasi kedua pendongeng itu. Bisa berpartisipasi di sebuah festival yang digelar di negara lain, tambahnya, merupakan hal yang luar biasa. “Ini menjadi referensi bagi kita dalam mengembangkan program-program yang bisa membangkitkan minat seperti mendongeng,” katanya.
Menurutnya, hal ini juga akan menjadi dasar pemikiran bagi Kementerian untuk menyelenggarakan lomba-lomba dalam rangka pengembangan pendidikan karakter.* (Billy Antoro)