[caption id="attachment_11115" align="aligncenter" width="300"] Tim Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia foto bersama Sekretaris Ditjen Dikdasmen[/caption]
Tangerang Selatan (Dikdasmen): Membangun akhlak mulia atau budi pekerti di lingkungan sekolah bukan merupakan tugas orang-perorang. Tapi merupakan tugas bersama. Demikian disampaikan Udin S. Wianataputra, Ketua Tim Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia.
“Karena itu, marilah… orangtua, pemerintah, para pakar, masyarakat, dan para guru, kita bersama-sama membangun sinergi untuk membangun akhlak mulia melalui penumbuhan nilai-nilai moral yang kita yakini baik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. InsyaAllah niat kita bermakna. Ibda’ bin nafsik! Mulailah yang sedikit itu dari diri sendiri. Mudah-mudahan menggelundung menjadi besar dan memiliki dampak yang luar biasa,” ujar Udin, usai mengikuti Pembukan Semiloka Pembinaan Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia, di Hotel Santika BSD, Tangerang Selatan, Selasa (23/8).
Udin mengatakan, dewasa ini, persoalan perilaku siswa cukup memprihatinkan. “Betapa kita belum mampu 100 persen mengatasi persoalan-persoalan. Hari ini kita dikejutkan karena ada guru olahraga yang terbunuh di Bandung. Sebelumnya kita dikejutkan dengan guru yang diadili, kemudian hari yang lainnya juga ada. Orang mengatakan, what happen to indonesian education?” ujarnya prihatin.
[caption id="attachment_11116" align="alignleft" width="197"] Zarkoni (kiri), foto bersama Ketua Tim Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia, Udin S. Wianataputra.[/caption]
Melihat persoalan perilaku siswa terhadap guru itu, Udin menengarai bahwa hal itu bersumber dari dua hal. Pertama, dari sisi internal, di mana sekolah belum utuh menjadi lingkungan yang dapat menumbuhkan akhlak mulia siswa. Sekolah juga tak bisa menjadi lingkungan yang menarik, menyenangkan dan membuat siswa betah. Kedua, sekolah berada di tengah-tengah masyarakat, yang penuh dengan gejolak, dan sangat mempengaruhi kepribadian siswa.
Berangkat dari dua hal itu, ada semangat ingin menyatukan antara lingkungan sekoah dengan lingkungan luar sekolah menjadi satu ekosistem, di mana orangtua, masyarakat sekitar sekolah, dan sekolah menjadi pemasok nilai-nilai positif. “Jadi, menjadikan sekolah dan masyarakat itu menjadi satu ekosistem yang bagus, dan dengan begini akan ada kontrol sosial yang kooperatif,” tegas Udin.
Udin melanjutkan bahwa untuk membangun akhlak mulia, ada dua faktor yang sangat menentukan. Pertama, keteladanan dari kepala sekolah dan guru. Kedua, iklim sekolah. Artinya, sekolah harus dibangun sebagai keluarga yang penuh kasih sayang. Bukan penuh dengan kekerasan, atau penuh dengan tekanan-tekanan. Karena itu MBS harus dihidupkan kembali. Sekolah harus menjadi satuan pendidikan yang punya kepemimpinan dan manajemen yang menarik, menyenangkan dan produktif.
Sementara itu, Zarkoni, anggota Tim Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia, mengatakan bahwa usaha untuk menumbuhkan akhlak mulia pada generasi bangsa ibarat sebuah proyek membangun monumen yang tak pernah selesai. Karena persoalan dalam dunia pendidikan senantiasa bermunculan seiring perubahan zaman. Sebab itu, ikhtiar menumbuhkembangkan ekosistem akhlak mulia di lingkungan sekolah harus terus diperjuangkan.
“Bahkan bahasa ekstrimnya, sampai kiamat pun tidak akan pernah selesai,” ujarnya.*
M. Adib Minanurokhim