[caption id="attachment_7057" align="aligncenter" width="300"] Supriyatno (kanan)[/caption]
Bekasi (Dikdas): Penjaringan tiga entitas pendidikan yaitu peserta didik, satuan pendidikan, dan pendidik dan tenaga kependidikan melalui aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) telah menjadi kebijakan nasional. Data pada Dapodik dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terkait pengembangan dan peningkatan pendidikan nasional, di antaranya penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunjangan guru, dan Program Indonesia Pintar (PIP).
Namun sayang, masih ada sejumlah sekolah yang tidak mendukung kebijakan ini. Mereka menolak mengisi Dapodik. Akibatnya, identitas siswa, guru, dan PTK di sekolah itu tak terdata di Kemendikbud. Contohnya sebuah sekolah di Jakarta yang beberapa bulan lalu terkena kasus pelecehan seksual dan menyedot perhatian publik.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar telah membuat kebijakan mengenai sekolah yang menolak mengisi aplikasi Dapodik. “Tidak hanya tidak menerima dana BOS dan tunjangan guru, juga tidak diperbolehkan mengikuti event baik nasional maupun internasional,” kata Supriyatno, Kepala Subbagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan dan Penganggaran, Sekretariat Ditjen Dikdas, saat menyampaikan materi di hadapan peserta Training of Trainers Pendataan Pendidikan Dasar di Hotel Amaroossa Grande Bekasi, Jawa Barat, Senin malam, 30 Maret 2015.
Kewajiban mengisi aplikasi Dapodik, lanjut Supriyatno, juga ditujukan kepada sekolah berlabel internasional yang kini menjadi Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK). Bahkan, Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) juga wajib mengisi Dapodik.
Acara ToT angkatan III berlangsung tiga hari, 30 Maret-1 April 2015. Ini merupakan kelanjutan ToT angkatan I (23-25 Maret 2015) dan II (26-28 Maret 2015) di Hotel Arnava, Bogor, Jawa Barat.
Peserta ToT angkatan III berjumlah 110 operator Dapodik di Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mereka berasal dari lima provinsi yaitu Papua, D.I Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.* (Billy Antoro)