“Yang sangat utama adalah ketidaktersediaan aula sebagai tempat untuk latihan,” ungkapnya di Hall Tennis Indoor Universitas Negeri Yogyakarta, Selasa, 18 September 2018.
Selama ini ia menggelar latihan senam ritmik di aula milik Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar yang merupakan aset Kementerian Pemuda dan Olahraga. Latihan baru bisa dilaksanakan jika gedung tidak dipakai untuk latihan pencak silat.
“Kami hanya bisa menggunakan pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, selama kurang lebih 3 jam,” jelasnya.
Tantangan berikutnya adalah ketiadaan alat bantu latihan. Alat ini sangat vital karena dalam senam terdapat gerakan-gerakan yang hanya bisa disempurnakan bila dilatih dengan alat. Latihannya sendiri harus berkesinambungan dalam waktu yang tidak singkat.
Selain itu, waktu latihan yang mengganggu waktu sekolah juga merupakan kendala tersendiri. Imbasnya, latihan dilakukan dengan mencuri-curi waktu di sela kegiatan sekolah siswi yang bersangkutan.
Keterbatasan sarana-prasarana senam itulah yang membuat Novitri sulit membentuk klub senam. Kendati demikian, ia tetap melatih anak didiknya dengan penuh dedikasi. Ia berharap siswa yang dibinanya Vanya Queenzila, siswi kelas V SD 05 Sawahan, Padang, meraih medali di ajang O2SN ini.* (Robert L. Tenggara)