TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekitar 2500-an pelajar dari semua jenjang sekolah mengadu kepintaran dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) ke-14 di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai 19-24 Mei 2015. Mereka siswa SD, MI, SMA, MA dan SMK dari 34 provinsi se-Indonesia. Selain itu, ada juga peserta pelajar berkebutuhan khusus dari Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) tingkat dasar dan menengah dari 32 provinsi.
Direktur Jendral Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ahmad Jazidie mengatakan olimpiade tahun ini digelar di Yogyakarta dan Palu, Sulawesi Tengah. Olimpiade di Palu digelar bagi 600-an siswa tingkat SMP. "Kami ingin demam olimpiade ini terasa secara nasional," kata Jazidie seusai membuka OSN ke-14 di Jogja Expo Center pada Selasa, 19 Mei 2015.
Jazidie menjelaskan, olimpiade ini bagian dari upaya Kemendikbud agar semua daerah menyiapkan banyak pelajar yang serius mendalami sains dan teknologi. "Setiap daerah memiliki strategi sendiri-sendiri, seperti DIY yang merekrut mantan juara OSN menjadi pembina klinik sains di banyak sekolah," kata Jazidie.
Dia mengatakan, pemenang kompetisi ini hingga kini masih didominasi pelajar dari kota besar. Dia menyarankan tiap daerah serius mempelajari pola strategi penyiapan pelajar peserta olimpiade sains nasional dan internasional. "Indonesia sedang berlomba dengan negara maju lain. Daerah perlu membantu menyebarkan demam kecintaan pada sains ke pelajar," kata dia.
Dia juga menyarankan dinas pendidikan di kabupaten dan provinsi perlu mencontoh strategi di negara lain yang menggandeng lembaga swadaya untuk kampanye kecintaan pada sains di kalangan pelajar. "LSM bisa menyumbangkan banyak relawan yang mendorong kecintaan pada sains menjadi gerakan pendidikan," kata Jazidie.
Olimpiade ini mengadu kepintaran pelajar dalam penguasaan pelajaran Matematika, IPA dan IPS. Bagi pelajar pendidikan menengah, bidang kompetisi diperluas ke materi Fisika, Kimia, Informatika dan Biologi. Selain itu, ada bidang Kebumian, Geografi, Astronomi, Ekonomi, Matematika Teknologi dan Non-Teknologi, Fisika Terapan, Biologi Terapan dan Kimia Terapan.
Materi lomba kali ini, menurut Jazidie, telah disusun dengan tingkat kesulitan setara di kompetisi internasional. “Cara ini untuk melahirkan banyak pelajar juara yang siap menyabet medali di kompetisi level dunia,” ujarnya.
Selama 2004-2014, dia mencatat, pelajar SMA asal Indonesia telah menyabet 54 medali emas, 126 perak dan 161 perunggu di berbagai kompetisi sains internasional. Tapi, Jazidie mengakui, peringkat daya saing pelajar Indonesia di banyak kompetisi kelas dunia masih butuh peningkatan. "Terakhir, di kompetisi yang digelar Intel (perusahaan komputer) di Amerika, dari enam proyek pelajar Indonesia, tiga mendapatkan grand award," kata Jazidie.
Adapun Kepala Dinas Pendidikan DIY, Baskara Aji tak punya target menjadi juara umum meski menjadi tuan rumah olimpiade. Dia hanya berharap peringkat tim pelajar asal DIY pada olimpiade tahunan ini membaik dari sebelumnya. "Tahun lalu, DIY hanya di peringkat empat," ujar dia.
Repro: nasional.tempo.co