MAJALENGKA, (PRLM).- Puluhan pelajar SMP di Kabupaten Majalengka ikuti pasanggiri dongeng sunda yang diselenggarakan SMA 1 Majalengka dalam rangka reuni akbar. Pada pasanggiri tersebut hampir semua peserta, mampu menyampaikan dengan gaya yang cukup menarik, Kamis (18/9/2014).
Hampir semua peserta mampu menunjukan pasemon (ekspresi), wirahma (artikulasi), lentong (logat), maupun bahasa tubuh. Itu menunjukan bahwa mereka bisa berbahasa sunda dengan wirahma sunda yang melodius dan lentong kasundaan sesuai dengan daerah (wewengkonnya) masing-masing.
Salah seorang peserta bahkan membawa alat peraga dua wayang golek, untuk menunjukan cerita yang dibawakannya. Ceritera dengan mengetengahkan tokoh jahat dan tokoh yang bijaksana.
Peserta lainnya mengenakan pakaian kampret hitam, lengkap dengan kopiah dan kain sarung yang diselendangkan. Pakaian tersebut mungkin menyelaraskan dengan isi ceritera yang dibawakannya, yakni ceritera si Kabayan.
Kepala SMA 1 Majalengka Zainal Arifin, menyatakan, pasanggiri dongeng sunda tersebut sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal, terutama memelihara keberadaan bahasa ibu, Bahasa Sunda.
Belakangan ini, menurut Zainal, ada kesan bahwa dongeng sunda mulai ditinggalkan masyarakat sunda. Kalau dulu ada dongeng sunda pengantar tidur anak-anak, kini kebanyakan pengantar tidur bukan lagi dengan dongeng sunda melainkan dengan ceritera-cerita asal luar, atau film kartun.
Padahal dongeng sundapun sarat dengan nilai-nilai pendidikan dan karakter menghaluskan budi pekerti, meningkatkan kepekaan, mempertajam rasa kemanuasiaan, dan kepedulian sosial, serta sarana menyalurkan gagasan dan imajinasi secara kreatif.
“Melalui pembelajaran bahasa, sastra, diharapkan mampu menggugah sikap, pengetahuan dan berkreasi disamping meningkatkan kecerdasan logika dan retorika berfikir,” ungkap Zainal Arifin.
Sementara itu dua juri Rais Purwacarita dan Nunung menyatakan, para peserta mampu bercerita dengan dialog monolog yang menarik dengan karakter vocal masing-masing tokoh. Malah peserta dapat aktif menarik perhatian penonton dengan gerak mimik.
Aspek dalam lomba antara lain pasemon (ekpresi) wirahma (artikulasi) lentong (logat) maupun bahasa tubuh, menunjukan bahwa mereka bisa berbahasa sunda dengan wirahma sunda yang melodius dan lentong kasundaan sesuai dengan daerah (wewengkonnya) masing-masing.
“Perkembangan penggunaan bahasa sunda dikalangan remaja tidak terlalu mengkhawarirkan seperti yang sering dilontarkan banyak pihak yang menyebutkan basaha sunda bakal punah,” ungkap Rais.
Menurut Rais, banyaknya pengnyelenggaraan lomba bertutur bahasa sunda oleh berbagai komunitas kasundaan menunjukan bahwa bahasa sunda masih tetap digunakan sebagian besar orang suda.
Banyaknya lembaga pendidikan yang memanfaatkan even pendidikan untuk menyelanggarakan lomba membaca dongeng dan piuisi, menunjukan bahwa bahasa sunda masih bisa eksis dikalangan remaja.(Tati Purnawati/A-147)***
Kamis, 18/09/2014 - 15:55 Repro: pikiran-rakyat.com