Mataram (Dikdas): Orang pintar identik dengan berkacamata, bertingkah aneh, dan senang menyendiri. Namun Aman Damianus Sitanggang, guru SMP Santa Angela, Bandung, Jawa Barat, tak ingin persepsi itu terus melekat di pikiran masyarakat. Menurutnya, pendidikan tak hanya bertumpu pada perkembangan kognitif siswa. “Pendidikan yang saya berikan tidak cukup hanya pintar di otak. Hal terpenting dalam hidup adalah komunikasi dengan orang,” ujarnya di Padang, Sumatera Barat, Ahad (18/5/2014).
Aman menerapkan keyakinannya saat memilih siswa yang akan disiapkan mengikuti ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN). Dari keseluruhan siswa pintar di Santa Angela, Aman tetap memilih untuk tidak membawa siswa yang terlihat ‘autis’ dan antisosial.
Saat melakukan pembinaan di sekolah, Aman selalu menekankan dua hal. Pertama, pintar bukanlah milik siswanya sendiri. Pintar juga milik orang lain. Pintar untuk diri sendiri adalah sia-sia. Kedua, memberikan contoh figur yang dapat diteladani oleh siswa.
Di lain sisi, Dinny Virdianny merasa senang keikutsertaan Muhammad Rizky, anaknya, dalam OSN membuat Rizky lebih percaya diri. Rizky, katanya, merasa memiliki keunggulan dan setara dengan teman-temannya saat tahu dirinya mewakili Jawa Barat untuk berkompetisi di ajang bergengsi ini. “Sebelumnya, ia merasa rendah diri karena mengalami sindrom asperger,” jelas Dinny. Sindrom Asperger adalah salah satu gejala autisme di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya sehingga kurang bisa diterima.*(Lutfy Mairizal)