Jakarta (Dikdasmen): Selain menggelar berbagai macam lomba jenjang SD, SMP, SMA, SMK dan SLB, panitia Festival Literasi Sekolah (FLS) juga menggelar workshop dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran literasi. Salah satu tema workshop itu adalah "Gerakan Literasi: Literasi sekolah dan pelibatan masyarakat: Pengalaman kemitraan, Pencegahan Bencana dan Gerakan Kolektif". Tema ini lebih memfokuskan pentingnya literasi kebencanaan agar masyarakat memiliki kesadaran dalam menanggulangi bencana.
Pada acara itu, Pegiat Literasi Kebencanaan dan Pengelola Nemu Buku Palu, yaitu Neni Muhidin, menjelaskan bahwa memahami bencana sebenarnya adalah memahami resiko.
"Kesadaran tentang pemahaman resiko inilah yang sangat rendah di kita. Apakah ada peristiwa besar di tempat sekolah, di tempat kerja? Pertanyaan kritis inilah yang gak pernah muncul di masyarakat. Ketika ada bencana baru mereka terheran-heran," ujar Neni di panggung utama, Plaza Insan Berprestasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Sabtu 27 Juli 2019.
Neni mencontohkan, kasus bencana yang terjadi di Palu yang nota bene merupakan kampung halamannya. Menurutnya, siswa yang ada di Palu lebih hafal tentang perang jawa, tapi di satu sisi tidak pernah punya pengetahuan tentang apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
"Sementara terkait kebencanaan itu hampir kita tidak punya referensi, ini kan anomali" tandasnya.
Bagi Neni, literasi bertujuan untuk mengajak kita berfikir kritis dan memiliki spirit untuk mengetahui apa yang ada sekitar kita.
Pada workshop itu, hadir juga narasumber lainnya seperti Sofian Munawar dari Kolaborator Literasi Sekolah, sekaligus Pegiat YRBK Kota Banjar, Ariful Amir dari Perkumpulan Literasi Indonesia dan sastrawan Benny Arnas.
Rizavan Shufi Thoriqi