Tidak dapat dipungkiri jika pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap dunia pendidikan sehingga krisis pembelajaran terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Krisis akibat pandemi ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca. Selain itu krisis belajar juga ditandai ketimpangan kualitas belajar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi.
Dengan adanya krisis pembelajaran yang berkepanjangan dan diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan kebijakan Kurikulum Merdeka yang merupakan episode ke-15 dari serangkaian Merdeka Belajar. Kurikulum Merdeka diberikan kepada satuan pendidikan sebagai opsi tambahan dalam rangka melakukan pemulihan pembelajaran selama tahun 2022-2024.
Untuk mengkaji ulang mengenai implementasi Kurikulum Merdeka berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran. Kemendikbudristek, dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen) menggelar rapat koordinasi terkait implementasi Kurikulum Merdeka di satuan Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen pada tanggal 23-25 Juni 2022 di Grand Sahid, Jakarta.
“Kita punya pekerjaan besar, karena lebih dari 80.000 satuan pendidikan akan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di tahun ajaran 2022-2023. Karenanya untuk memastikan bahwa implementasinya berjalan baik, berjalan lancar, sesuai dengan target yang kita tetapkan, maka diperlukan kerjasama yang intens, kerjasama yang makin erat diantara UPT yang kita miliki di lapangan, ada UPT dari GTK, UPT dari PAUD, Dikdasmen, dan UPT dari Vokasi. Ini bisa berkolaborasi membantu satuan pendidikan dan membantu pemerintah daerah dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,” kata Jumeri, S.TP., M.Si. Direktur Jenderal PAUD Dikdas, dan Dikmen (23/06/22).
Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D. Kepala Balai Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek menambahkan, untuk bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara baik, yang diperlukan adalah kesempatan untuk melakukan refleksi.
“Jika kita sekarang tidak lagi meminta guru untuk menunggu pelatihan-pelatihan dari pusat, menunggu pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Kemendikbudristek, tetapi semua materi belajar kita sediakan di platform Merdeka Mengajar. Semua materi belajar ada di dalam modul-modul pelatihan di platform tersebut dan guru bisa mengaksesnya sambil belajar menerapkannya dan merefleksikan apakah yang mereka terapkan itu sudah berhasil untuk memperbaiki kualitas pembelajaran,” imbuh Anindito Aditomo.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Iwan Syahril, Ph.D. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek menuturkan, selama pandemi melalui kurikulum darurat memberikan pelajaran bahwa ternyata ketika kurikulum itu disederhanakan memberikan dampa lebih baik untuk pembelajaran. Jadi prinsipnya kata Iwan Syahril adalah, “less is more” jadi makin sederhana maka akan semakin berdampak yang positif untuk pembelajaran.
“Karena itu kemendikbudristek mengeluarkan Kurikulum Merdeka yang pada tahap ini merupakan prototipe atau sebagai opsi yang bisa dipilih oleh sekolah jadi belum merupakan keharusan. Tapi kita ingin melihat sekolah-sekolah kemudian mencoba bereksperimentasi dengan Kurikulum Merdeka ini mereka bisa melakukan berbagai macam strategi inovasi untuk pembelajaran yang lebih memerdekakan pembelajaran yang lebih relevan. Sehingga murid-murid kita bisa mengejar ketertinggalan yang selama ini, karena sebelum pandemi pun sudah banyak PR kita,” ungkap Iwan Syahril.
Ia berharap dengan adanya implementasi Kurikulum Merdeka bisa memacu para guru, kepala sekolah, dan semua pemangku kepentingan lainnya dibidang pendidikan, agar bisa bergotong royong untuk dapat menumbuhkan semangat melalui komunitas-komunitas belajar.
Di sisi lain Dr. Sutanto, S.H., M.A. Sekretaris Ditjen Paud Dikdas, dan Dikmen berharap, pertama dari 10.000 sekolah penggerak nanti segera bisa memberikan bantuan kepada sekolah lain dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
“Dan praktik baik di sekolah penggerak itu tentunya bisa diimbaskan ke sekolah lain. Jadi harapannya sekolah penggerak segera bisa menularkan kepada sekolah lain yang terdekat dulu. Kemudian kedua, yang akan melaksanakan secara mandiri, ketika nanti 143 sekolah itu bisa berjalan dengan baik tentunya akan ada perubahan pembelajaran, karena Kurikulum Merdeka itu akan fokus kepada perubahan, pada pembelajaran dan pembelajaran berfokus pada murid,” tutupnya.