[caption id="attachment_8238" align="aligncenter" width="300"] Delegasi DPRD Gorontalo[/caption]
Jakarta (Dikdas): Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) menerima kunjungan kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, di Ruang Sidang Gedung E lantai 5, Kompleks Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Juli 2015.
Arifin Zakani, salah satu perwakilan DPRD Gorontalo yang saat itu memposisikan diri sebagai moderator bagi koleganya, mengatakan bahwa tujuan kunjungan kerja mereka adalah melakukan konsultasi masalah pendidikan yang akan dimasukkan dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Gorontalo.
“Ini terkait UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hingga kini, kami masih beda pendapat soal kewenangan. Karena itu, kami minta pentunjuk,” ujar Arifin Zakani.
Kewenangan yang dimaksud Arifin adalah penyelenggaraan pendidikan menengah yang menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 merupakan kewenangan pemerintah provinsi sementara pendidikan dasar merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Menurut mereka, satu sisi aturan ini akan memperjelas anggaran yang akan disusun dalam APBD. Tapi di sisi lain melahirkan kebimbangan mengingat sebagian besar anggota DPRD Provinsi Gorontalo berjanji kepada konstituen akan memperjuangan pendidikan dasar.
Melihat persoalan yang dialami DPRD Gorontalo itu, beberapa pejabat baik dari Ditjen Dikdasmen dan Biro Hukum, mencoba memberikan solusi.
Syimul, pejabat dari Biro Hukum Kemendikbud mencoba memberikan solusi bahwa setelah kewenangan pendidikan menengah pindah ke provinsi, maka provinsi harus menyiapkan kebutuhan dalam proses penyelenggaraan pendidikan menengah di provinsi, baik yang berhubungan dengan sarana prasarana maupun anggarannya.
[caption id="attachment_8239" align="aligncenter" width="300"] Para pejabat di lingkungan kemendikbud[/caption]
“Akan tetapi itu harus diikuti dengan penyerahan P3D (Personil, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumen, red) dari kabupaten/kota ke provinsi. Setelah itu, provinsi baru bisa melakukan persiapan. Itu sudah sesuai dengan undang-undang dan diberi waktu 2 tahun paling lama. Memang PP-nya belum ada, tapi pemprov sudah bisa melakukan proses-proses yang tidak semuanya menunggu, seperti perizinan. Ini merupakan kesepakatan terhadap penafsiran UU Nomor 23,” ujar Syimul.
Selain Syimul, beberapa pejabat di lingkungan Ditjen Dikdasmen seperti Yudistira, Kholid, dan Aliyas juga memberikan solusi alternatif.
Kunjungan kerja DPRD Gorontalo ke Ditjen Dikdasmen ini merupakan kelanjutan dari kunjungan kerja sebelumnya di Kementerian Dalam Negeri. Dari dua kunjungan kerja ini, DPRD Gorontalo berharap memperoleh tambahan informasi dan pengetahuan untuk melanjutkan perumusan Raperda Gorontalo, agar tidak melenceng dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.*
M. Adib Minanurohim