Yogyakarta (Dikdasmen): Nafas Raditya Muhammad Purnomo masih menderu ketika ditemui di ruang sebaguna Grand Keisha Yogyakarta, tempat pertandingan karate tingkat SMK berlangsung. Meski dogi atau seragam atlet karate miliknya masih terlihat basah kuyub dengan keringat, atlet yang baru saja mengikuti pertandingan kata perorangan putra itu masih cukup bersemangat.
“Awalnya hanya berlatih seperti anggota karate yang lain. Kemudian menyabet juara dalam satu event. Dari sinilah mulai muncul kegemaran pada karate. Semangat untuk terus berlatih maksimal pun mulai muncul,” ujar siswa kelas XI jurusan tata niaga di SMK Budhi Dharma Piyungan ini, Selasa 18 September 2018.
Menurut Raditya, para karateka memilih aliran yang akan mereka ikuti merupakan sebuah keputusan yang beralasan.
“Saya ada di aliran Shotokan. Perbedaan antaraliran secara signifikan itu tidak ada, karena seluruh perguruan dalam dunia karate itu tetap mengajarkan seluruh muridnya untuk berperilaku baik. Namun satu hal yang sampai hari ini saya jadikan pedoman, yaitu menjadi jawara yang rendah hati, cerdik, cermat, mengalah dan menghargai yang lemah,” jelas duta Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Ketika ditanya mengenai kontribusi karate mengubah watak arogan dan cara berfikir yang individualistik, Raditya menjawab bahwa karate dapat turut serta menyodorkan solusi.
“Seperti kedisiplinan, menghargai sesama dan bertoleransi tinggi, mengingat bahwa hari ini bangsa kita berada pada krisis toleransi. Jika krisis tersebut berlangsung, akan dijajah bangsa kita ini,” ujarnya sembari mengerutkan dahi.
Raditya menambahkan, karate dapat memberikan warna dalam keberlangsungan hidup generasi bangsa. “Menjaga harkat dan martabat bangsa adalah nilai luhur dan wajib dikerjakan. Dengan menjadi generasi yang berprestasi di dalam bidang karate khususnya, serta menanamkan sikap rendah hati dan menghargai, itu semua adalah ujung tombak untuk menjaga keutuhan bangsa,” tambahnya.*
Atiqurrohman Jaya