[caption id="attachment_8028" align="aligncenter" width="300"] Thamrin Kasman (tengah)[/caption]
Surabaya (Dikdas): Dalam waktu dekat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan meluncurkan program baru. Namanya Gerakan Pembiasaan Pembudayaan Karakter. Program ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang disiplin, toleran, dan antikorupsi. Selain itu nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya lokal akan diangkat, termasuk bahasa.
“Bahasa daerah menyambung rasa dari leluhur ke leluhur dan mengandung nilai-nilai yang sangat mulia,” kata Thamrin Kasman, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jumat malam, 12 Juni 2015. Ia berbicara di hadapan peserta Workshop Bantuan Sosial Komite Sekolah 2015 yang digelar di The Alana Surabaya Hotel, Surabaya, Jawa Timur.Bahasa daerah, lanjut Thamrin, mengajarkan nilai-nilai luhur. Siswa diajarkan bahasa Indonesia di sekolah namun tidak dimaksudkan agar mereka meninggalkan bahasa daerahnya.
Menurut Thamrin, dalam setiap rapat, Mendikbud Anies Baswedan mengatakan bahwa sekolah merupakan taman untuk membentuk budaya mulia seperti disiplin, toleransi, tidak menyontek, dan tidak korupsi. Terkait pendidikan korupsi di sekolah, Anies berharap pada 2040-2050 tak ada lagi korupsi di negeri ini. Kata korupsi cukup dikenal dalam kamus. “Kurikulum yang kita buat membekali anak-anak untuk mengamalkan. Kita mengembalikan fungsi sekolah dan semua terlibat,” tegasnya.
Thamrin berharap pengurus Komite Sekolah turut berperan dalam menyukseskan program pemerintah. Namun, “Bukan berarti mengambil alih peran birokrasi atau kepala sekolah. Bapak-Ibu memberikan masukan, pertimbangan, dan menjembatani,” ungkapnya.
Workshop Bantuan Sosial Komite Sekolah diselenggarakan dalam dua angkatan. Angkatan I digelar di Yogyakarta pada 8-10 Juni 2015 dan diikuti 128 pengurus Komite Skeolah dari 15 provinsi.
[caption id="attachment_8027" align="aligncenter" width="300"] Peserta Workshop[/caption]
Sedangkan Workshop angkatan II digelar di Surabaya pada 12-14 Juni 2015. Pesertanya 92 pengurus Komite Sekolah dari 13 provinsi yaitu Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Gorontalo, Papua Barat.
Menurut Guritno Wahyu Wijanarko, Ketua Panitia, tahun ini Kemendikbud menerima 730 proposal permohonan Bansos. Setelah diseleksi, ada 220 Komite Sekolah yang ditetapkan akan menerima Bansos.
“Seleksi calon penerima bantuan sosial Komite Sekolah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan,” jelas Guritno. Seleksi didasarkan kepada tiga kriteria. Pertama, kelengkapan administrasi. Kedua, kesesuaian pemanfaatan dana bantuan sosial. Ketiga, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di kabupaten tersebut tidak mempunyai tunggakan laporan Bansos pada tahun-tahun sebelumnya.
Dari 220 calon penerima Bansos, 120 Bansos ditujukan untuk Komite Sekolah SD. Sedangkan 100 Bansos untuk Komite Sekolah SMP. Tiap Komite Sekolah SD menerima Rp25 juta dan tiap Komite Sekolah SMP Rp30 juta.
Selain menerima Bansos, peserta Workshop akan mendapatkan materi dari sejumlah narasumber, di antaranya Kebijakan dan Program Ditjen Pendidikan Dasar, Penggunaan Bansos, dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bansos.* (Billy Antoro)