[caption id="attachment_7670" align="aligncenter" width="300"] Sutanto (kiri)[/caption]
Bekasi (Dikdas): Salah satu kebijakan pendidikan Presiden Joko Widodo adalah menerapkan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Hal paling mendasar ihwal kebijakan tersebut yaitu penyiapan kebutuhan biaya yang cukup besar. Terlebih kebijakan wajar ditopang pelarangan pungutan terhadap peserta didik.
“Gratis artinya pemerintah harus menyiapkan seluruh kebutuhan untuk pengelolaan pendidikan menengah. Itu tidak murah,” ujar Sutanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah saat menutup acara Sosialisasi Program Pendidikan Dasar dan Program Pendidikan Menengah di Hotel Amaroossa Grande Bekasi, Jawa Barat, Jumat malam, 8 Mei 2015.
Menurut sebuah studi, Sutanto melanjutkan, biaya operasional non personalia per tahun per siswa SMA mencapai Rp3 juta. Sedangkan untuk siswa SMK Rp3,7 juta. Maka, jika jumlah siswa pendidikan menengah sekitar 9 juta orang, maka dana yang harus disiapkan pemerintah untuk memenuhi biaya operasional non personalia siswa mencapai Rp27 triliun lebih per tahun.
Tujuan utama wajar 12 tahun, tambah Sutanto, adalah meningkatkan Angka Partisipasi Kasar. Pada 2020 mendatang, ditargetkan APK pendidikan menengah secara nasional mencapai 97%. Artinya, 97% penduduk usia 16-18 tahun diharapkan masuk sekolah menengah.
Untuk mendukung upaya tersebut, pada 2014 Kemendikbud meluncurkan program Sekolah Menengah Terbuka di enam lokasi. Pendirian ditentukan di daerah yang APK-nya msih di bawah rata-rata nasional.
Dengan makin besarnya jumlah penduduk Indonesia yang memiliki kompetensi dan kualifikasi akademik, daya saing Indonesia menghadapi persaingan global semakin kuat. “Tanpa meningkatkan kualifikasi dan kompetensi anak kita, kita tidak punya kekuatan untuk melakukan daya saing baik regional maupun internasional,” tegas Sutanto.* (Billy Antoro)