[caption id="attachment_9578" align="aligncenter" width="300"] Thamrin Kasman (kiri)[/caption]
Bekasi (Dikdasmen): Selama tiga hari, 11-13 Desember 2015, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan Diskusi Terpumpun (Focus Group Discussion) Penjenjangan Buku. Peserta acara ini adalah Tim Literasi Direktorat Pembinaan SD, SMP, SMK, PKLK, akademisi, penerbit, dan praktisi perbukuan.
Menurut Thamrin Kasman, Sekretaris Ditjen Dikdasmen, Diskusi Terpumpun diselenggarakan untuk menghimpun masukan dari para pemangku kepentingan terkait kegiatan literasi dan perbukuan. Selain itu, Kemendikbud hendak melakukan sinkronisasi terhadap berbagai peraturan terkait perbukuan, seperti Peraturan Mendikbud, penerbitan buku, pajak, dan royalti.
“Jangan segan-segan memberi masukan agar kita bisa bersinergi. Kami tidak mungkin bekerja sendiri,” ujar Thamrin saat membuka Diskusi Terpumpun yang digelar di Harris Hotel & Conventions Bekasi, Jawa Barat, Jumat pagi, 11 Desember 2015.
Thamrin menyinggung pesan yang kerap diungkapkan Mendikbud Anies Baswedan bahwa dalam membangun pendidikan, Kemendikbud harus bergerak bersama sebuah eskosistem. Terkait literasi dan perbukuan, ekosistem tersebut di antaranya Lembaga Swadaya Masyarakat dan Ikatan Penerbit Indonesia.
Tim Literasi Dikdasmen, kata Thamrin, telah membuat tahapan agar budaya membaca terjadi di semua tempat dan lapisan masyarakat. Tahapan itu mencakup pembuatan Panduan Umum dan Petunjuk Teknis literasi sekolah, penjenjangan buku, penulisan, penerbitan, dan distribusi buku.
Pada 24-26 November 2015, Tim menggelar Semiloka Literasi Sekolah di Surabaya, Jawa Timur. Acara diawali dengan kunjungan Tim ke SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB untuk menghimpun masukan terkait kegiatan literasi di sekolah sasaran. Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang melibatkan pemangku kebijakan (Kepala Dinas Pendidikan), kepala perpustakaan, akademisi, dan praktisi perbukuan. Berbagai masukan dari kunjungan ke sekolah dan diskusi panel digunakan untuk menyempurnakan Panduan Umum dan Petunjuk Teknis Literasi Sekolah yang tengah disusun oleh Tim Literasi Dikdasmen.
Diskusi Terpumpun Penjenjangan Buku merupakan tahapan berikutnya. Acara ini bertujuan merumuskan sistem penjenjangan buku yang sesuai dengan konteks pembaca dan bahasa Indonesia. Diskusi melibatkan masukan dari bidang ilmu psikologi perkembangan anak dan remaja, pendidikan bahasa Indonesia, sastra anak dan remaja, ilustrasi buku anak dan remaja. Perumusan ini mempertimbangkan pengalaman dari berbagai LSM yang sudah membuat sistem penjenjangan buku.
Thamrin mengatakan, salah satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah akses masyarakat terhadap buku. Selama ini masyarakat didorong untuk membaca buku namun akses mereka terhadap buku sangat terbatas. Konsentrasi buku masih terbatas di kawasan perkotaan. Maka ia mendorong penerbit untuk memerhatikan pula distribusi buku hingga ke kawasan terpencil dan perbatasan. “Bagaimana memobilisasi buku-buku itu dari gudang ke toko buku, perpustakaan, dan ruang kelas,” katanya.
Jangan sampai konsentrasi buku, tambahnya, berada di toko-toko buku saja. Seharusnya masyarakat bisa beli buku di mana-mana. “Kalau perlu tiap desa ada toko buku. Tak hanya bank yang ada di pelosok desa,” ungkapnya.
Thamrin kemudian mengajak Ikapi untuk melihat toko buku atau perwakilan Ikapi di 122 kabupaten yang baru ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai daerah tertinggal. Ia pun telah meminta pengelola Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk memetakan karakteristik sekolah di 122 kabupaten itu terkait tingkat keterbacaan dan ketersediaan perpustakaan.
Diskusi Terpumpun Penjenjangan Buku dilaksanakan dalam bentuk diskusi dengan narasumber dan diskusi kelompok. Narasumber diskusi yaitu Ahmad Rizali (Staf Khusus Mendikbud), Pangesti Wiedarti (FBS UNY), Widyastuti Purbani (FBS UNY), Riama Maslan Sihombing (DKV ITB), Bambang Wasito Adi (UNS), Nung Atasana (Ikapi), Fourgelina (Yasayan Literasi Anak Indonesia), Rahmat Hidayat (UGM), dan Maman Suryaman (FBS UNY). Sedangkan peserta aktif berasal dari Yayasan Litara, Reading Bugs, Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional, USAID Prioritas, dan penerbit.* (Billy Antoro)