[caption id="attachment_5681" align="aligncenter" width="300"] Aulal Muna (kiri) dan Tiara Pangesti Dewi[/caption]
Bogor (Dikdas): Melalui cerita pendek yang dibuatnya, Aulal Muna, Juara I Lomba Menulis Cerita (LMC) Tingkat SMP/MTs, ingin menyadarkan orang-orang bahwa hutan sangat berguna bagi kelangsungan negeri ini. Penebangan pohon secara membabi buta untuk pembangunan gedung dan perumahan dapat mengancam ‘paru-paru dunia’.
Muna, panggilan akrab siswi SMPIT Bina Amal Kota Semarang, Jawa Tengah, ini memadukan imajinasi dan riset dalam membuat cerpen bertajuk Tarian Salju Karaban. Cerpen dibuat selama tiga minggu.
Awalnya cerpen itu dikirim untuk mengikuti lomba kepenulisan yang diadakan oleh sebuah institusi pemerintah di bidang kehutanan. Tak lolos, ia kemudian memperbaiki dan merevisi cerpen itu setelah membaca pengumuman LMC.
Menurut Muna, yang membuat juri mengunggulkan cerpennya lantaran awal cerita yang mengagetkan dan akhir cerita yang mengejutkan. “Orang akan berpikir bahwa itu cerita horor, ternyata bukan,” ungkapnya.
Tiara Pangesti Dewi, guru pendamping, merasa bangga dengan pencapaian Muna. Ia kagum pada ide cerpen Muna yang dipadu dengan imajinasi tinggi. “Ia mengimajinasikan kapuk seperti salju. Saya juga tidak kepikiran. Kekuatan ide bagus. Kekuatan bahasanya juga bagus,” terang guru IPS ini.
Perjumpaan Tiara kali pertama dengan siswi berbakat itu kala ia menjadi wali kelasnya setahun lalu. Saat melihat tulisan Muna, Tiara kaget sekaligus kagum. Ketika ia bertanya pada orang tua Muna ihwal buku yang dibaca anaknya, mereka mengatakan Muna senang membaca buku yang tergolong berat bagi anak seusianya. Tiara kemudian tak ragu mengajak Muna untuk bergabung dalam klub menulis yang dibimbingnya.
Tiara kemudian intens membimbing Muna. Ia memberi tugas anggota klub untuk membaca dan menganalisis cerpen-cerpen yang dimuat di media massa nasional. “Pertemuan tidak rutin, tetapi ada penugasan yang harus dikumpulkan,” jelasnya.
Tiap tahun, ia hanya merekrut lima siswa. Bimbingan lebih intens baru dilakukan sebulan menjelang tenggat lomba. Karena sekolah berasrama, bimbingan dilakukan secara intensif hingga tengah malam.
Sejak 2012, Tiara selalu mendampingi siswi-siswinya dalam penjurian finalis LMC. Pada tahun itu, muridnya bernama Khodijah Wafia dengan cerpennya berjudul Cheng Ho di Balik Etalase Budaya Semarang meraih juara I. Tahun berikutnya, 2013, ia mendampingi Zahra Putri Fauziyah yang menulis cerpen bertajuk Aku di Antara Kegamangan Gambang Semarang dan meraih juara III.
Dengan prestasi yang terus terukir, Tiara berniat memperluas bimbingannya. Ia akan lebih banyak merekrut anggota klub menulisnya. Klub menulis yang selama ini merupakan kegiatan tak resmi di sekolah akan diresmikan seperti kegiatan ekstrakurikuler lainnya sebagaimana janji kepala sekolah. Ia ingin prestasi siswa didiknya diikuti oleh siswa lain.
Tiara mengakui budaya membaca dan menulis di kalangan siswa sekolahnya terbilang kurang. Ia berharap lambat laun tercipta budaya tersebut melalui pengadaan buku-buku sastra di perpustakaan. “Butuh perhatian pemerintah untuk pengadaan buku-buku sastra,” harapnya.* (Billy Antoro)