[caption id="attachment_12458" align="aligncenter" width="300"] Bambang Indriyanto[/caption]
Jakarta (Dikdasmen): Lomba Sekolah Sehat yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri terdiri dari dua kategori. Pertama, berkinerja terbaik (best performance). Kedua, pencapaian terbaik (best achievement).
Menurut Bambang Indriyanto, kedua kategori ini mencerminkan keseimbangan antara sekolah di daerah perkotaan yang umumnya mendominasi dalam kinerja terbaik dan kawasan perdesaan dan pinggiran yang cenderung dominan dalam pencapaian terbaik. “Keduanya adalah sama kedudukannya. Kita tidak menyatakan bahwa best performance lebih baik dari best achievement atau sebaliknya, tetapi keduanya sama. Semuanya adalah refleksi prestasi,” katanya saat menyampaikan laporan panitia dalam acara Penganugerahan Pemenang LSS Tingkat Nasional di Hotel Kartika Chandra Jakarta, Jumat siang, 18 Agustus 2017.
Dalam pembicaraan di Tim Penilai UKS, tambah Bambang, disepakati bahwa kondisi fisik bukan merupakan suatu kondisi yang dominan. Perilaku hidup bersih dan sehat siswa merupakan faktor penentu yang mengambil porsi relatif besar yaitu 30 dari skala 100.
Pengumpulan data dilakukan secara kolaboratif. Untuk menghindari titipan-titipan, dikembangkan metodologi yang bersifat objektif dan instrumen yang digunakan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya sehingga diharapkan nilai-nilai yang terkumpul bebas nilai, tidak ada kepentingan tertentu. “Dengan sistem semacam ini maka objektivitas dapat kita jamin,” jelas Bambang.
Bambang berharap penyelenggaraan LSS menjadi titik tolak bagi Kementerian Kesehatan untuk membangun masyarakat Indonesia yang sehat dan cerdas di masa depan. Bagi Kemendikbud, acara ini merupakan suatu pesan pedagogis karena Mendikbud tengah membangun Penguatan Pendidikan Karakter bagi peserta didik di satuan pendidikan dasar dan menengah. “Kami dari tim penilai LSS mengharapkan sikap hidup bersih dan sehat dapat dijadikan sebagai kriteria pembangunan karakter,” ungkapnya.
[caption id="attachment_12459" align="aligncenter" width="300"] Muchlis Catio[/caption]
Sementara Muchlis Catio, anggota juri LSS, menilai hasil LSS tahun ini jauh lebih baik daripada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sistem penilaian yang proporsional dan objektif. Tim juri selalu bermusyarawah dalam menentukan keputusan dan didasarkan pada aturan yang ditetapkan Kemendikbud.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, sekolah peserta LSS mengikuti seleksi dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, hingga provinsi. Instrumen yang digunakan tim penilai daerah umumnya hampir sama dengan instrumen yang digunakan di tingkat nasional. “Masing-masing daerah menambah instrumen kearifan lokal. Itu memberi nilai tambah bagi sekolah bersangkutan,” ujar Muchlis.
Aspek yang dinilai antara lain kondisi sarana prasarana, kelayakan, dan kenyamanan belajar. Jarak antara anak-anak dan papan tulis dalam kegiatan pembelajaran, misalnya, harus diperhatikan.
Muchlis berpendapat UKS mempunyai nilai jual prestasi yang bisa dibanggakan masing-masing sekolah, oleh bupati, bahkan oleh gubernur. UKS, tambahnya, menunjang pembinaan karakter bangsa. “Kita fokus UKS dijadikan wadah atau sarana untuk meningkatkan siswa yang berkarakter, bersih, cerdas, tegas, dan melaksanakan kebersihan,” katanya.
Acara Pangenugerahan dihadiri oleh sejumlah pejabat di lingkungan empat kementerian. Menteri Kesehatan hadir sebagai narasumber. Kemendikbud diwakili oleh Direktur Jenderal Dikdasmen Hamid Muhammad.* (Billy Antoro)