[caption id="attachment_5241" align="aligncenter" width="300"] Dr. Thamrin Kasman dan Didik Suhardi, Ph.D (kanan)[/caption]
Jakarta (Dikdas): Untuk menelusuri berbagai persoalan terkait pengembangan pendidikan bagi anak-anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar rapat koordinasi (Rakor). Rapat digelar di ruang sidang Gedung E lantai 5 Kompleks Kemdikbud, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 8 Oktober 2014.
Hadir dalam Rakor perwakilan dari Setditjen Dikdas, Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Pembinaan SMK, Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Malaysia, Konsulat Jenderal RI Johor Bahru, KJRI Serawak, Konsul RI Tawau, Kementerian Luar Negeri, Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, dan Kepala Sekolah Indonesia Davao. Rakor dipimpin Sekretaris Ditjen Dikdas Dr. Thamrin Kasman didampingi Direktur Pembinaan SMP Didik Suhardi, Ph.D.
Menurut Thamrin, Pemerintah RI telah berupaya menyelenggarakan berbagai bentuk pendidikan bagi anak-anak TKI di Malaysia mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. “Namun ada juga sejumlah warga yang tidak tercakup dalam layanan yang sudah kita berikan,” ungkapnya.
Melalui Rakor, tambah Thamrin, diharapkan mengemuka berbagai informasi dan data faktual di lapangan terkait kondisi satuan pendidikan, peserta didik, dan tenaga kependidikan. “Informasi-informasi yang diberikan dapat berhubungan dengan anggaran yang sudah disiapkan oleh Kementerian,” tegasnya.
Dalam paparannya, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI untuk Kerajaan Malaysia, mengungkapkan bahwa WNI di Malaysia diperkirakan berjumlah 2,6 juta jiwa. Dari angka tersebut, warga yang legal berjumlah 1,1 juta orang dan yang ilegal 1,5 juta orang.
Salah satu persoalan krusial yang dihadapi WNI, jelas Ari, adalah ketentuan imigrasi yang sangat menyulitkan. “Pemerintah Malaysia tidak mengizinkan tenaga kerja membawa keluarga, yaitu mereka yang bekerja di ladang, penjaga toko, pekerja pabrik, dan pembantu rumah tangga karena penghasilannya tidak layak yaitu di bawah 5.000 Ringgit,” ucapnya.
Hanya tenaga kerja khusus yang dibolehkan memboyong keluarga seperti staf perwakilan, ekspatriat, dosen, mahasiswa, dan tenaga profesional lainnya. Kendati demikian, penerapan aturan itu berbeda-beda antara wilayah Semenanjung dan Sabah-Serawak. “Aturan imigrasi ini berlaku sampai sekarang,” tuturnya.
Anak-anak TKI di Malaysia, Didik Suhardi menegaskan, memiliki hak yang sama dalam mengenyam pendidikan bermutu sebagaimana didapatkan anak-anak di Indonesia. Berbagai upaya harus dilakukan agar mereka mendapatkan haknya. “Kita harus upayakan betul melayani mereka,” ujarnya.* (Billy Antoro)