Pujiyanto, salah satu juri, menyampaikan, ketentuan ini memberikan tantangan baru kepada para peserta. Tujuan lainnya yakni memaksa peserta agar mengejar ketertinggalannya di bidang teknologi informasi. Menurut Puji, banyak peserta yang cukup matang dalam hal menggambar namun gagap ketika dihadapkan dengan proses digitalnya.
“Seharusnya pelajaran TIK di sekolah-sekolah tidak hanya mengetik dan menulis surat saja, tapi membuat desain sekalian. Jangan mengetik saja, mentang-mentang namanya tik tik tik,” kelakarnya di SMP Santa Theresia Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu, 29 Agustus 2018.
Tema lomba yaitu ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dikerucutkan menjadi ‘Pasar Tadisional’. Para peserta ditugaskan mengamati suasana pasar tradisional. Mereka kemudian menuangkan hasil pengamatan ke media poster. Hal ini membuat banyak peserta kaget. Desain yang sudah dipersiapkan jauh hari sebelum lomba tidak bisa dipakai. Mereka harus menemukan ide baru dalam desain yang akan dibuat.
“Ini memaksa anak untuk menangkap ide secara cepat,” jelas Puji.
Bagi Puji, acara seperti FLS2N sangat penting bagi siswa untuk menambah pengalaman sekaligus mendorong mereka lebih mencintai dan mengenal wilayahnya sendiri. Puji berpesan kepada siswa-siswi Indonesia agar tidak gagap teknologi.
“Teknologi selalu berkembang. Apabila tidak mau mengikuti ya tidak akan bisa, karena sekarang zaman serba cepat,” ujarnya.* (Reza Nugraha)