Menurut Mufti, salah satu persoalan dalam metode pembelajaran sains adalah minimnya kesempatan yang diberikan guru kepada siswa untuk melakukan eksplorasi. Siswa SD jarang diberi praktikum, hanya menghafal. Artinya, sains berubah menjadi mata pelajaran yang membosankan.
“Tidak ada kegiatan mereka untuk analisa, untuk senang terhadap mata pelajaran. Mungkin belum ada wahana untuk mencintai sains,” ujar Mufti di Hotel Furaya Pekanbaru, Riau, Rabu, 5 Juli 2017.
Selain itu, menurut Mufti, harus ada penekanan kepada siswa bahwa apa yang dilakukan sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari sains. “Sebenarnya praktikum IPA ada di sekitar kita. Dengan barang-barang yang murah dan tidak perlu peralatan canggih, bisa lebih memupuk dan membuat siswa mencintai sains,” tandasnya.
Selain model pendidikan yang diterapkan di sekolah, orang tua mempunyai peranan yang kuat dalam memberikan kesadaran terkait pentingnya sains. Dalam hal ini, orang tua dan sistem pendidikan di sekolah harus bersinergi untuk membumikan sains dalam kehidupan sehari-hari.
Di rumah, tambah Mufti, orang tua bisa membimbing anaknya untuk mencintai sains secara sederhana. Misalnya, mereka ditugaskan mengumpulkan semut, atau mengukur pohon cabe selama seminggu, atau menanam kentang dan singkong. “Ini bisa melatih siswa dan membangkitkan orang tua untuk peduli terhadap sains,” pungkasnya.* (Rizavan Sufitoriki)