[caption id="attachment_11552" align="aligncenter" width="300"] (kiri-kanan) Ketua Panitia IJSO Kamsul Abraha, Direktur Pembinaan SMP Supriano, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad, Presiden IJSO Paresh K. Joshi, dan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Bali Tia Kusuma Wardhani.[/caption]
Denpasar (Dikdasmen): International Junior Science Olympiad ke-13 resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad di Bali Nusa Dua Convention Centre, Sabtu pagi (3/12/2016). Hamid mewakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy yang berhalangan hadir. Acara tahunan bergengsi yang diikuti 276 siswa tingkat SMP dari 48 negara ini mengambil tema ‘Science for Creative Innovation’.
Dalam pidato sambutannya yang dibacakan Hamid Muhammad, Muhajir mengatakan tema ini memiliki hubungan yang mendalam dengan keragaman global dalam ilmu pengetahuan. Hal itu tampak dari profil penulis pada makalah penelitian terbaru di beberapa jurnal ilmiah papan atas.Fenomena yang berkembang, menurut Muhajir, para ilmuwan dari berbagai bidang ilmu dan negara berkolaborasi untuk melakukan sebuah penelitian. “Banyak ilmuwan tersebut ternyata berasal dari budaya masyarakat dan geografis berbeda. Namun dalam penelitian, mereka semua bersatu dengan budaya global keilmuan sains. Ilmu benar-benar tanpa batas,” ucapnya.
Para ilmuwan dari berbagai latar belakang tentu membawa sudut pandang berbeda dalam menangani sebuah masalah ilmiah. Mereka memiliki perspektif yang sangat berbeda di tengah dunia dan keberagaman manfaat ilmu sains.
Patut diakui, fenomena ini menunjukkan bahwa keberagaman dapat memfasilitasi spesialisasi. Para ilmuwan memiliki kekuatan dan kepentingan yang berbeda. Tidak hanya orang-orang dari latar belakang berbeda memilih untuk meneliti pertanyaan penelitian yang berbeda, tetapi mereka mungkin mendekati pertanyaan penelitian yang sama dengan cara yang berbeda.
“Misalnya, ahli biologi dengan kecenderungan pada matematika, ahli biologi yang bersudut pandang pada perilaku manusia, dan ahli biologi yang sangat menyukai mikroskop dan pekerjaan laboratorium mereka, semua bisa fokus pada kelebihan mereka,” ungkap Muhajir. Mereka memilih untuk menangani topik yang sama dengan menggunakan sudut pandang berbeda.
Atribut-atribut keanekaragaman global dalam ilmu pengetahuan itu, tambah Muhajir, dapat dibudidayakan dari generasi muda, termasuk siswa berbakat dari seluruh dunia. Ia percaya IJSO dapat menjadi pelopor dalam upaya mendorong kolaborasi para ilmuwan muda. IJSO merupakan ruang yang mendorong kreativitas dalam keragaman ilmu pengetahuan dan pertukaran budaya.
Ajang IJSO juga menjadi wadah musyawarah dalam menemukan strategi mencapai tujuan bersama, yaitu mengembangkan pendidikan melalui kreativitas dan keanekaragaman global dalam ilmu sains. “Saya berharap dan yakin bahwa IJSO 2016 ke-13 akan berlangsung secara produktif dan berguna dengan menghasilkan keuntungan bagi kita semua,” tegas Muhajir.* (Billy Antoro)