Jakarta (Dikdasmen): Festival Literasi Sekolah (FLS) merupakan salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk meningkatkan budaya literasi. Demikian salah satu butir Laporan Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Didik Suhardi, kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada saat Pembukaan FLS Tahun 2019, di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbud, Jumat, 26 Juli 2019.
“FLS ini dimaksudkan sebagai upaya dari Kemendikbud untuk meningkatkan budaya literasi, mulai membaca, menulis, dan literasi digital,” kata Didik.
Mengingat peningkatan budaya literasi sebagai tujuan penyelenggaraan FLS, maka kegiatan yang dimotori Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah ini dikemas secara kolosal dan massal dengan melibatkan warga sekolah (siswa, guru dan kepala sekolah) dan para pegiat literasi, komunitas literasi, penerbit buku, pengelola taman bacaan masyarakat, LSM, akademisi, dan orang tua dalam sebuah forum bersama.
Sementara itu, dalam rangka mendorong peningkatan budaya literasi, FLS Tahun ini mengangkat tema Multiliterasi: Mengembangkan Kemandirian dan Menumbuhkan Inovasi. Tema ini bertujuan menghimpun seluruh pemangku literasi dalam kegiatan bersama untuk berbagi praktik baik dan menjalin jejaring literasi.
Lebih jauh, ada lima tujuan yang hendak dicapai dari perayaan literasi ini. Pertama, menciptakan gerakan massal-kolosal perayaan literasi dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca siswa pada level tertinggi. Kedua, menghimpun seluruh pemangku literasi dalam kegiatan bersama untuk berbagi praktik baik dan menjalin jejaring literasi. Ketiga, mengembangkan kemandirian dan menumbuhkan inovasi di lingkungan sekolah. Keempat, menggugah kesadaran masyarakat bahwa literasi adalah bagian dari hidup keseharian; dan kelima, membangun pembelajar sepanjang hayat.*
FLS Menginjak Usia Ke-3 Menurut Didik, tahun 2019 ini merupakan penyelenggaraan FLS ke-3. Tahun pertama penyelenggaraan FLS adalah 2017, sementara penyelenggaraan tahun kedua adalah 2018.
Sejak pertama hingga sekarang, pusat penyelenggaraan FLS masih sama, yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, tepatnya di Plaza Insan Berprestasi, Gedung A Kemendikbud, Senayan, Jakarta. Sementara perlombaan yang mengiringinya diselenggarakan di beberapa lokasi di sekitar Jakarata, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau yang dikenal dengan sebutan Jabodetabek. Perlombaan ini dikoordinir oleh lima direktorat teknis yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Pembinaan SMK, dan Direktorat Pembinaan PPK/SLB.
Sebagaimana tertulis dalam Buku Panduan Umum FLS III Tahun 2019, FLS merupakan salah satu kegiatan dari Sosialisasi Gerakan Literasi.
Gerakan Literasi di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah selanjutnya disebut sebagai Gerakan Literasi Sekolah (GLS), karena fokus pada SD, SMP, SMA, SMK dan PPK/SLB. Sementara gerakan literasi di bawah Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas disebut Gerakan Indonesia Membaca, dan gerakan literasi di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa disebut Gerakan Literasi Bangsa.
GLS adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
GLS lahir pada akhir tahun 2015, yang terinspirasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, tepatnya pada amanah terhadap sekolah untuk menjalankan kegiatan membaca buku nonpelajaran selama 15 menit setiap hari.
Di sisi lain, kelahiran GLS juga berangkat dari keprihatinan terhadap hasil penelitian yang menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia hingga orang dewasa berada pada level rendah. Kurang lebih ada empat hasil penelitian yang menyatakan demikian. Pertama, Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS, 2011) menempatkan Indonesia pada level ke - 42 dari 45 negara. Kedua, Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia bagi siswa SD kelas IV yang diadakan Puspendik Kemendikbud (2016) menunjukkan kemampuan membaca domain nonsastra 43,34%, sedangkan domain sastra 27,65%.
Ketiga, Programme for International Student Assessment (PISA) bagi siswa usia 15 tahun (kelas IX/X) menempatkan Indonesia pada peringkat ke - 57 (65 negara peserta, tahun 2009), peringkat ke - 64 (65 negara peserta, tahun 2012), dan tetap pada peringkat ke - 64 (72 peserta, tahun 2015); dan keempat, kemampuan membaca orang dewasa berdasarkan hasil The Programme for the International Assessment of Adult Competencies (PIACC, Maret 2016) juga dalam posisi rendah, level terbawah dari negara peserta. Data sejak SD hingga orang dewasa tampak ajek.
Kini, diusia GLS yang kelima dan FLS yang ketiga, Kemendikbud berharap seluruh komponen bangsa dapat bergerak secara bersama-sama untuk meningkatkan budaya literasi di Indonesia.
M. Adib Minanurokhim